Apabila
melihat bertahun-tahun ke belakang, di balik banyak hal yang tak
menyenangkan dalam kehidupan saya sadar satu hal. Bahwa saya
mendapatkan orang tua yang paling baik sedunia. Baik orang tua yang
membesarkan saya, nenek dan kakek saya, dan juga orang tua yang telah
membuat saya ada di dunia ini, abah dan umak. Dari merekalah saya
berasal dan kepada merekalah saya akan kembali.
Tak
pernah terbayangkan saya akan menjadi orang yang sekarang menuliskan
ini jika tanpa mereka.
Sejak
kecil terlahir sebagai seorang anak yang tidak menunjukkan prestasi
di sekolah, saya tetap dicintai, tetap mendapatkan perlakukan yang
sama dari empat orang tersebut. Bahkan banyak yang bilang, kakek
sangat memanjakan saya. Dia sangat memperhatikan semua yang saya
lakukan. Dia pula yang paling khawatir melihat keadaan cucunya yang
selalu terlihat sibuk menulis dibandingkan belajar. Ya, sejak kecil
saya memang sudah suka sekali menulis. Suka dengan Bahasa Indonesia,
hanya ingin belajar pelajaran yang satu itu.
Kemudian
saya terus berlatih menulis karena saya memang sangat menyukainya.
Selama saya berlatih, sejak kecil. Kakek tak melarang saya. Dia hanya
mengatakan saya harusnya rajin belajar. Tapi kemudian nenek akan
mengatakan: 'biarlah dia seperti itu'. Sebab nenek pasti senang,
cucunya selalu ada di rumah, hanya sesekali bermain di luar dan sibuk
menghabiskan waktunya menulis cerita.
Banyak
sekali kepercayaan yang saya terima dari orang di sekitar saya. Dari
empat orang itu yang membuat saya menjadi diri saya yang sekarang.
Tak pernah sekali pun mereka mengekang saya dan membuat keputusan
untuk jalan kehidupan saya. Itu yang membuat saya sangat bersyukur.
Saya bisa menjadi 'seseorang yang saya mau'.
Dibandingkan
banyak orang tua lain, saya rasa semua orang akan heran dengan ibu
saya. Semenjak saya sendiri kuliah di Pontianak tahun 2005 lalu, saya
bisa menghitung dengan jari sebanyak apa dia pernah menghubungi saya.
Bahkan satu bulan sekali termasuk keberuntungan. Dia jarang bertanya
kabar. Tak pernah melarang saya mau kemana pun yang saya inginkan.
Dia seakan-akan membiarkan saja anak-anaknya membesar dan memilih
langkahnya sendiri.
Saya
yakin, teman-teman saya akan heran mengapa ibu saya tak mendorong
saya untuk menjadi guru Bahasa Indonesia, padahal saya sendiri kuliah
di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Bahasa dan
Sastra Indonesia. Dia, yang jarang bertanya itu, tahu betul apa yang
saya inginkan. Saya ingin menjadi penulis.
Abah
juga lebih jarang lagi mengajak saya berbicara. Selama saya baik-baik
saja dan tak terlibat masalah, sepertinya itu sudah memuaskan.
Saat
kakek meninggal hampir 11 tahun yang lalu, orang yang mempercayai
saya dan posisinya sebagai orang tua ada tiga. Nenek, Umak, dan Abah.
Seiring berjalannya waktu kepercayaan mereka tak berubah. Walaupun
saya ingat nenek sempat mengatakan pada saya mengenai keinginannya
melihat saya menjadi 'PNS'. Saya selalu bilang saya tak ingin jadi
guru. Saya tak mampu bertahan terlalu lama di depan banyak orang
apalagi orang-orang tersebut bernama 'siswa'.
Tapi
kemudian nenek mengingat saya yang masih kecil itu, sehingga dia
menyemangati saya untuk menyelesaikan kuliah dengan kalimat yang bisa
saya terima. Dia bilang: 'selesaikan kuliahmu, cepat-cepat, nanti
terserah mau jadi apa, selesaikan saja.'
Dari
banyak orang yang khawatir mengenai masa depan saya, memang neneklah
orang yang paling pertama dan paling khawatir. Dia tak ingin saya
memiliki masa depan yang suram dengan pilihan saya. Namun, dia juga
tahu tak ada satu orang pun yang bisa menghalangi saya untuk memilih
jalan kehidupan saya sendiri. Dia sadar itu.
Saat
saya menuliskan ini saya sadar, mereka sangat mempercayai saya. Itu
cara mereka mendidik saya. Bahwa saya harus menjaga kepercayaan yang
mereka berikan. Seandainya saya melanggar kepercayaan itu akan sangat
memalukan pada akhirnya. Karena saya telah mengecewakan mereka. Jika
saya tak mengingat betapa beruntungnya saya dididik dengan penuh
kepercayaan oleh orang-orang yang mencintai saya, bisa jadi hari ini,
saya tidak menjadi diri saya yang sekarang dan menuliskan ini.