Bagian 10
Bagian 11
Bagian 11
![]() |
Weheartit,com |
Aku
bangun dari tempat tidur dalam keadaan masih sangat mengantuk. Tadi
malam aku tidur terlalu larut. Berkali-kali kata-kata orang yang
melemparkan novel karyaku sambil mengatakan 'plagiat' terngiang di
telingaku. Padahal jelas-jelas aku tak meniru tulisan siapa pun. Tapi
mengapa tetap terasa sakit sekali diumpat seperti itu ya?
Aku
menggosok gigiku dan membiarkan rambutku acak-acakan di depan kaca.
Masih terlalu pagi untuk risau dengan ini semua. Toh aku bisa
menjelaskan bahwa itu berdasarkan kisah nyata. Walaupun orang yang
bisa membuktikannya hanya Fadli seorang yang sekarang entah ada di
mana. Aku juga tak tahu bagaimana harus mengatakan bahwa novel itu
hanya karena aku galau dan patah hati.
Bahkan
endingnya semua orang harusnya sadar betapa aku menginginkan bagian
akhir yang seperti itu. Memang endingnya kubuat menjadi 'happily ever
after'. Gadis di dalam novel itu akhirnya bersatu dengan laki-laki
yang dia cintai. Tapi pada kenyataannya aku masih menyimpan luka
karena penipuan Fadli.
Ternyata
hingga hari ini pun aku masih tak rela dia membuatku jadi begini.
Mengapa sakitnya beda dengan yang aku rasakan saat Danny
mengecewakanku? Apakah karena aku benar-benar mencintai Fadli? Atau
aku merasa kalah darinya? Dia berhasil menipuku yang mencoba
menipunya lebih dulu? Begitu?
Argggghhh...
aku ingin tidur saja kalau sudah begini.
Ponselku
berdering mengganggu. Masih dengan mulut penuh busa aku menjawab
panggilan Tiara.
“Emmm...”
“Cepatlah
ke sini, semua orang sudah berkumpul di sini menunggumu.”
“Eeeemm...”
Aku
memutuskan panggilan dan segera berlari ke kamar mandi. Setidaknya
aku harus terlihat cantik di depan kamera bukan? Mandi akan membuatku
terlihat segar dan bercahaya.
Langkahku
melaju menuju ruang yang dari jauh kulihat dipadati orang di pintu
masuknya. Aku harus menyisihkan beberapa orang untuk masuk dan
berkumpul dengan Tiara dan yang lainnya. Di dalam sudah banyak sekali
wartawan. Kamera di mana-mana. Aku pikir tak perlu seheboh ini juga
sih. Ini berlebihan. Memangnya buku siapa yang aku contek?
“Ramai
sekali Tiara?” Aku berbisik pelan setelah duduk di kursi yang
menghadap ke arah wartawan yang datang.
“Novel
yang serupa denganmu itu juga punya nama besar, best seller juga. Ini
novelnya.” Tiara meletakkan novel itu di pangkuanku tanpa diketahui
orang yang ada di depanku. Karena setengah tubuhku tertutup meja.
Mataku
menyipit. Berusaha membaca judulnya. 'Deadline Love'? Judulnya saja
sudah beda. Tak mungkin isinya sama kecuali dia menyontek tulisanku.
Semirip apa sih ceritanya sampai aku disebut sebagai plagiator? Ini
gila! Tak masuk diakal sehatku.
“Sekarang
kita mulai saja ya konferensi persnya. Sebelumnya Oline, sebagai
penulis novel 'Sang Penasihat' akan menjelaskan inspirasinya menulis
novel tersebut.” Tiara tiba-tiba membuka suara.
Menjelaskan
inspirasi novelku? Itu sama saja aku mengakui bahwa aku mencintai
Fadli di depan banyak orang. Apa aku harus sekalian mengatakan bahwa
Fadli sudah mengetahui sejak awal aku yang memanfaatkannya terlebih
dulu? Lalu aku dengan bodohnya meninggalkannya di pulau itu tanpa
meminta penjelasan padanya atau menyatakan perasaanku.
“Cerita
di dalam novel itu inspirasinya datang dari diri saya sendiri. Hanya
itu yang bisa saya katakan.” Aku kemudian mengunci bibirku.
“Oline
tidak menyontek tulisan siapa pun, saya sudah menjelaskan tentang hal
ini berkali-kali pada pihak penerbit dan pembaca saya. Tapi mereka
tetap tak mau menerima sebelum Oline menjelaskannya sendiri.”
Laki-laki
itu. Dia muncul begitu saja dan dia menggenggam novelku di tangan
kanannya. Aku melirik novel yang tadi diberikan Tiara dan menemukan
namanya di sana. Fadli. Dia menulis novel dengan cerita yang sama
dengan yang aku tulis? Mengapa aku tak memikirkan tentang
satu-satunya orang yang memiliki kisah yang sama denganku untuk
dituliskan?
“Anda
siapa?” beberapa wartawan bertanya pada Fadli.
“Saya
Fadli, penulis novel Deadline Love. Novel ini terbit di Malaysia.
Tapi kemudian diterbitkan juga di Indonesia. Mungkin ada beberapa
kesamaan dalam novel Sang Penasihat dan novel Deadline Love karena
memang sebelum kami menuliskan novel ini, kami bertemu di pulau yang
kami jadikan latar tempat novel ini.”
“Ini
omong kosong!”
Aku
bangkit dan berjalan menuju pintu keluar. Jika Fadli bermaksud
mempermalukanku di depan media, aku akui dia sangat sempurna
melakukannya. Tapi aku tak akan membiarkan dia menikmati wajah
marahku. Aku memang benar-benar bodoh jatuh cinta pada laki-laki
seperti dia.