Tiara
melemparkan naskah yang kuberikan. Batas yang diberikan hampir habis
dan aku memberikan sesuatu yang menurutnya tak layak untuk
diterbitkan. Aku sudah berusaha menuliskan apa yang aku bisa. Tapi
memang aku tak bisa berpikir. Banyak hal yang membuat otakku berhenti
bekerja. Lembaran kertas itu menghambur ke udara sebelum akhirnya
jatuh berderai.
“Aku
mau naskah yang lain, jangan main-main Oline.”
“Naskah
yang seperti apa?”
“Kamu
sekarang bukan hanya mempertanggungjawabkan kemampuan menulismu, tapi
kamu sedang mempertaruhkan reputasi kami sebagai penerbit yang
sekarang mulai dilirik banyak penulis lainnya. Kamu berniat
menghancurkan penerbitan ini?”
“Tiara...”
“Don't
Tiara me!”
“Aku
terlalu banyak masalah, aku tak bisa menulis apa-apa lagi selain
ini.”
“Aku
tahu kamu bisa menuliskan yang lebih bagus dari ini.”
“Tiara...”
“Kamu
masih punya dua minggu, aku sudah memberikan liburan untukmu,
sekarang aku menagih janjimu. Berikan naskah yang aku inginkan.”
Aku
tak menyahut dan segera beringsut dari ruang kerja Tiara. Ruangan
yang sekarang penuh kertas yang tak kupungut untuk dibawa pulang. Aku
tahu Tiara kecewa. Semua salahku. Aku yang membuatnya menjadi begini.
Tiara bukan orang yang bisa diajak kompromi untuk deadline. Ketika
dia minta sekarang, pilihannya hanya dua, ya atau tidak.
Apa
yang harus aku tulis? Kepalaku hanya berisi Fadli. Lagi-lagi dia
membuatku kacau. Seharusnya aku tak memikirkannya. Bukankah dia orang
tak pantas aku pikirkan lagi. Dia sendiri yang membuatku menjadi
bahan percobaannya. Dia sengaja membuatku jatuh cinta. Laki-laki
busuk!
Dia
dilahirkan dengan insting pemangsa perempuan dan aku hanyalah
perempuan biasa yang bisa jatuh karenanya. Mengapa sejak awal aku tak
menyadari ada yang aneh dengannya? Tapi aku sendiri juga dengan
kejamnya memikirkan bahwa dia pantas aku jadikan bahan untuk novel
best sellerku berikutnya. Aku yang lebih dulu memanfaatkannya. Aku
memanfaatkannya dan itu membuat dia memiliki kesempatan untuk
mengambilku sebagai bahan percobaannya.
Seandainya
dia ada di sini sekarang aku ingin mengatakan dia sudah berhasil
membuat uji coba yang dia tuliskan rumusnya di jurnal. Langkah yang
dia ambil semuanya sukses. Aku jatuh cinta. Waktu itu aku sangat
jatuh cinta. Bahkan setelah aku menyadari dia seorang 'dating coach'
pun aku masih bisa mengatakan aku tergila-gila padanya.
Aku
suka caranya membuatku merasa menjadi perempuan yang paling istimewa
di dunia. Dia membuatku tertawa. Dia membuatku merasakan bahwa cinta
itu indah. Bahwa cinta itu layak untuk dipercaya. Tapi aku tak
percaya dia tega melakukan ini.
Itu
dia! Itu dia naskahnya! Aku harus menuliskan semua yang aku rasakan.
Aku harus jujur dengan perasaanku sendiri. Mungkin itu akan menjadi
naskah terbaik yang pernah aku tulis. Aku harus menulisnya sekarang.
Deadline
semakin dekat.
Gambar: Weheartit.com