Supaya
lebih jelas dan mendapatkan informasi lebih lengkap silakan baca dulu ButterflyEffect (bagian 1).

Setelah
keputusan besar itu diambil, untuk membentuk diri saya yang sekarang dibutuhkan
Butterfly Effect lainnya. Saya sangat menyukai Bahasa Indonesia, dan itu yang
mengantarkan saya pada sebuah program studi di Universitas Tanjungpura. Sudah sangat
mudah ditebak, Bahasa dan Sastra Indonesia.

Saat masuk
kuliah, saya sebenarnya masuk angkatan junior saya di SMA dulu, sebab saya
setahun bekerja dan sempat masuk sekolah bahasa asing yang membuat saya
bersinar di Mata Kuliah Bahasa Mandarin. Itu Butterfly Effect juga bukan? Tak terbayangkan
jika saya langsung masuk kuliah saat tamat SMA, saya tak akan pernah belajar
bahasa Mandarin secara intensif di sekolah bahasa asing sebelum berangkat
bekerja.

Kalau saya
tidak masuk kelas junior saya tersebut saya tidak akan berkenalan dengan Dinik
yang akhirnya mengenalkan saya pada almarhum Fitjun (Fitri Junia) yang
menyemangati saya untuk terus menulis dan masuk Mimbar Untan. Sebuah organisasi
mahasiswa yang singkatnya wartawan kampus.

Saya menulis
dan akhirnya diperkenalkan dengan meja siar, meskipun sebentar itu membuat saya
mengingat impian masa kecil saya yang lainnya. Menjadi penyiar radio. Fitjun
memberikan kepercayaan diri pada saya untuk melamar di sebuah stasiun radio
tertua di Pontianak, Radio Volare.

Di titik
inilah kehidupan saya benar-benar dipertaruhkan. Sebab melalui Radio Volare
saya mengalami Butterfly Effect yang paling besar. Baca lanjutannya di
Butterfly Effect (bagian 3).
Gambar dari Weheartit.com