Sebenarnya saya tahu Rasulullah selalu melatih dirinya
berpuasa sebanyak mungkin di bulan Sya’ban supaya nanti mudah menghadapi bulan
Ramadhan. Tetapi ada yang berbeda di kampung saya. Sebab bulan sya’ban
dirayakan dengan cara yang berbanding terbalik dengan yang seharusnya dilakukan
oleh banyak orang. Di saat dulunya Rasulullah selalu membiasakan diri untuk
berpuasa sebanyak mungkin di bulan Sya’ban sebagai media latihan, di kampung
saya, turun-temurun banyak yang mengadakan acara makan besar di rumah
masing-masing. Tentunya dengan mengundang penduduk yang rumahnya berdekatan.
Biasanya kami menyebutnya sebagai ‘Sya’banan’ dan itu
artinya setiap rumah akan menyediakan banyak sekali makanan, seperti kenduri
untuk penduduk yang diundang.
Di bulan ini, karena sekarang sedang Sya’ban, akan meriah
oleh kenduri yang khusus diadakan di bulan Sya’ban. Kebiasaan itu sudah
berlangsung sejak lama sebab saya sejak kecil sudah mengetahuinya. Saya yang
masih sangat kecil yang tak memahami bulan Sya’ban yang sebenarnya, hanya
menganggap itu adalah bulan makan-makan sebelum kita berpuasa. Asyiknya lagi makanannya
yang hampir sama dengan kenduri pernikahan, tidak ada satu tanjidor pun yang
akan diundang.
Makan-makan di bulan Sya’ban ini juga mengingatkan saya
pada masa saya KKM beberapa tahun lalu. Jadi kami mendapatkan tugas mengajar di
sebuah kampung selama dua bulan. Beberapa minggu terakhir bertepatan dengan
bulan Sya’ban dan serunya lagi kami semua bertugas mengajar di Sambas, di desa
yang tentu saja punya kebiasaan yang sama dengan di desa kelahiran saya. Karena
masih satu kabupaten, yaitu Kabupaten Sambas.
Selama beberapa minggu terakhir itu pula kami dijamu
setiap hari, pagi, siang, dan petang, berganti-ganti rumah, dan menunya juga
berbeda satu dengan yang lainnya. Satu hal yang pasti, makanannya adalah
makanan yang biasanya ada pada pesta pernikahan dan itu menjadi masa-masa yang
sangat menyenangkan untuk kami semua. Perbaikan gizi.
Jika di kampung saya, Sya’ban identik dengan kenduri,
bagaimana dengan desa kamu?