
Kamu tahu apa hal yang paling gila yang terjadi padaku
sekarang? Jangan menebaknya sebab tebakanmu pasti tidak akan sampai pada
kesimpulan bahwa laki-laki terbaik yang sudah aku putuskan untuk menghabiskan
kehidupanku selamanya akhirnya menyerah pada hubungan yang bertahun-tahun kami
bangun. Dia bilang dia sudah tak bisa lagi terus menyembunyikan hubungannya
dari ibunya yang sejak awal memang tidak setuju aku menjadi menantunya. Alasan klasiknya,
karena aku berasal dari keluarga yang berantakan dan aku tidak punya gaji tetap
setiap bulannya. Calon ibu mertua matre!
Seharusnya dia sadar sejak awal. Sejak pertama kali namaku
disebut di dalam rumahnya. Aku adalah satu-satunya perempuan yang bersedia
menikah dengan anaknya. Tanpa mengecilkan nilai daya tarik anaknya, dia hanya
punya sebuah hati yang sangat hangat dan baik. Hati seperti itu yang aku cari
selamanya. Tempat aku bernaung dan mengenyahkan perasaan bahwa pada akhirnya
pernikahan itu akan berujung pada penderitaan seperti yang ibuku alami. Aku yakin
Danny tidak akan melakukan hal yang buruk dan tak menyenangkan untukku.
Tuan Putrinya.

Tetapi aku kemudian harus menerima kenyataan bahwa di satu
titik dia lelah dengan hubungan yang dia tahu tidak akan berakhir ke jenjang
pernikahan dan itu memang membuat tenagaku habis.
Mana aku tahu Danny berasal dari keluarga kaya dan berdarah
biru. Apalah artinya itu semua jika Danny tak memiliki kebaikan hati yang bisa
menenangkan seisi dunia. Bukan salahku dia seperti itu. Kalau memang
keluarganya beranggapan aku mengejar uang anaknya sebab anaknya tak cukup
tampan untuk menaklukan perempuan muda dan cantik seperti itu, silakan. Silakan
saja!

Aku tak meminta usia kami terpaut sedemikian jauhnya. Aku juga
tak meminta kami lahir di luar masa The Beauty and The Beast hingga akhirnya
cinta kami menjadi sesuatu yang terlihat aneh di mata orang. Aku tak peduli
semua orang mengatakan bahwa dia lebih cocok menjadi ayahku. Seperti mereka
tahu saja bagaimana rasanya menjadi Tuan Putri di dalam kehidupan Danny.
“Oline!”
Aku menutup diaryku dan bertemu pandang dengan wajah seorang
perempuan yang berkemeja sangat rapi pagi ini. Aku sudah menghindarinya
berkali-kali dan kali ini aku tak cukup beruntung untuk hilang dari
pandangannya. Padahal taman ini tempat persembunyian terbesarku. Siapa yang
mengira aku akan ada di taman sebuah taman kanak-kanak? Yah, kecuali Tiara. Dia
memang bisa membaca jejak langkahku.

“Kamu tahu kan sekarang sudah tanggal berapa?” Tiara tanpa
basa-basi mencercaku dengan pertanyaan yang sebenarnya tak butuh jawaban
apa-apa sesaat dia meletakkan tubuhnya di bangku taman itu. Duduk di sampingku
yang belum menyelesaikan sarapanku.
“Aku tahu, Tiara.” Suaraku pelan.
“Melangkah ke depan Oline, masih banyak hal yang harus kamu
pikirkan selain Danny. Get over it! Kontrak menulismu dengan kami masih ada dan
kamu sudah menerima uangnya di muka. Tinggal satu novel lagi dan kita selesai. Waktunya
memang masih ada, tapi tinggal beberapa bulan lagi.”

“Kamu tahu berapa banyak penulis di luar sana yang akan dengan
senang hati menerima kontrak menulis tanpa bayaran di muka?”
“Seharusnya kamu yang menyadari itu dan segera menyelesaikan
tulisanmu. Tinggal satu novel. Dua bulan lagi. 500 halaman. Tidak kurang. Kalau
kamu membuat sikuel kami dengan senang hati membuat kontrak baru.”
“Tiara...”
“Kamu butuh suasana baru? Tempat baru? Orang-orang baru? Bahasa
yang tak kamu mengerti?”
“Kamu akan memberikan uang saku buat liburan?”

“Kamu tahu aku akan memberikannya jika memang kamu meminta
Oline, kamu penulis yang membuat perusahaan kami tetap berjalan dan mendapatkan
untung paling besar. Kamu juga penulis yang tak pernah berubah sejak pertama
kami mengontrakmu. Kamu tidak lantas menjadi lintah yang segera menghisap semua
keuntungan yang kami dapatkan karena novelmu best seller.”
“Aku butuh sebulan buat liburan dan sisanya aku budakmu
Tiara.”
“Akan kusiapkan sebisa mungkin tapi aku tak bisa
mengeluarkan dana terlalu banyak jika kita tidak membuat kontrak yang baru.”
“Kota kecil mungkin sudah cukup menyenangkan. Tak perlu
keluar Indonesia.”
“Cari cerita barumu, kamu bisa melakukan ini tanpa Danny.”

Tiara bangkit dan berlalu. Langkahnya yang anggun. Kata-katanya
yang tegas. Menusuk hatiku seketika. Tiara benar. Aku terlalu berharap pada
Danny. Padahal tak ada yang abadi di dunia ini. Mungkin ibu benar bahwa aku tak
seharusnya jatuh cinta jika tak ingin terluka.

Ini kali terakhir aku jatuh dan tidak akan pernah kuizinkan
langkahku terhenti dan digagalkan oleh lelaki yang mengatasnamakan cinta. Cukup
sampai di sini.
Bersambung
Sumber gambar: weheartit.com
Sumber gambar: weheartit.com