19.54
Aku menyeka
dahiku yang berkeringat dengan sapu tangan yang aku temukan di saku. Langkahku
setengah berlari menuju lobi. Ingin melabrak semua orang yang ada di sana dan
meminta uangku kembali. Tapi apa yang harus aku katakan? Bahwa aku masuk ke
kamar yang ada isinya dan orang di dalamnya ingin memperkosaku? Apa yang harus
aku katakan. Lagi pula bagaimana dia bisa berada di sana?

“Saya sudah
memesan kamar tersebut jauh-jauh hari tapi bagaimana ceritanya di sana ada
orang lain?”
“Orang
lain?” perempuan yang tadi memberikan kunci padaku sedikit terkejut.
“Maaf atas
ketidaknyamanannya. Barangkali ada kekeliruan di sini. Sebentar.”
Aku
mengikuti langkah karyawan hotel bagian keamanan untuk memeriksa kamar yang
seharusnya aku tempati. Tangannya dengan terampil membuka pintu yang tadi aku
tinggalkan. Kami bertatapan dengan laki-laki yang hampir memperkosaku.
“Maaf soal
tadi, ini kamarmu ya?” laki-laki itu sudah mengenakan pakaian dan sepertinya
siap untuk pergi.
“Maaf, Pak
Ryan, kamar ini sudah dipesan sebelumnya.”
“Iya saya
mengerti.”

Laki-laki
muda yang akhirnya aku ketahui namanya itu berlalu meninggalkan kami dan
membawa tasnya pergi bersama.
“Maaf
sekali lagi, Bu. Silakan beristirahat sekarang. Sebagai gantinya kami akan
memberikan paket spa dan makan malam gratis.”
“Tidak
apa-apa, saya hanya ingin beristirahat.”
Karyawan
hotel yang berseragam hitam itu meninggalkanku sendirian. Pintu tertutup rapat.
Apa yang terjadi barusan? Aku tak mengerti. Siapa Ryan? Bagaimana caranya dia
masuk kamar ini tanpa ada seorang pun yang tahu. Kuncinya ada dua? Itu artinya
tidak aman buatku?

Buru-buru
bangkit dari ranjang. Sekarang bukan saatnya untuk istirahat. Slot rantai bisa
sedikit membuatku aman. Belum sempat aku menyentuh slot itu seseorang yang aku
pikirkan sejak tadi sudah membukanya. Lagi-lagi, dia sudah punya kunci kamar
ini. Mata kami bertatapan beberapa detik hingga akhirnya aku mundur beberapa
langkah saat dia masuk dan menutup pintu dengan punggungnya.
“Aku
benar-benar minta maaf soal tadi.”
“Bisakah
kamu berhenti melakukan ini padaku?”
“Melakukan
apa?”
“Bersikap
seaneh ini, kamu sadar tidak kamu aneh, kamu terlihat begitu berbeda setiap
kali aku bertemu denganmu.”
“Maaf, aku
benar-benar tak bisa mengontrolnya.”
“Mengontrol
apa?”
“Pernah
dengar tentang dissociative identity disorder?”

“Maksudmu
kepribadian ganda?”
“Aku tidak
memaksamu untuk percaya tapi aku butuh kamar ini malam ini.”
“Mengapa
tak kau katakan itu pada orang hotel yang datang bersamaku tadi?”
“Karena aku
tak mau ayahku mendengar hal ini dan memintaku kembali.”
“Ayahmu?”
“Hotel ini
milik ayahku, kamar ini kamar favorit ibuku. Di kamar inilah 15 tahun yang lalu
ibuku bunuh diri. Seharusnya kamar ini tidak dibuka untuk umum, tapi sejak dua
tahun yang lalu ayah mengizinkan tamu untuk menginap di kamar ini. Memang pemandangannya
paling indah dilihat dari sini.”
“Lantas aku
harus tidur di mana?”
“Anggap
saja aku tidak ada, aku tidak bermaksud untuk tidur, aku hanya ingin duduk di
kamar ini, jika kamu mengizinkan.”

“Kamu
tahukan, Ryan. Aku tidak percaya sedikit pun dengan apa yang kamu katakan. Kamu
hanya mencari cara supaya bisa dekat denganku kan?”
“Aku
menunggu sedemikian lama untuk bisa melihat kamar yang menjadi tempat terakhir
yang disinggahi ibuku. Tolong izinkan aku berada di sini.”
Ryan
berlutut di kakiku. Aku tahu aku akan luluh dan tak tega melihatnya.
“Lakukan
apa saja yang kamu inginkan, aku mau tidur.”
Aku lelah. Lelah
terhadap banyak hal yang harus aku hadapi. Sekarang ada orang asing yang sangat
aneh di depanku.
“Jangan
matikan lampunya jika kamu tak ingin diriku yang lain menguasai tubuhku.”
“Dirimu
yang lain? Maksudnya dirimu yang hampir memperkosaku?”
“Dia
melakukan itu padamu? Maaf, aku benar-benar tak tahu harus bagaimana
menjelaskannya. Tapi biarkan kamar ini terang. Aku akan tenang dalam keadaan
terang begini.”
Aku tak
menyahut. Aku benci diriku yang tak tegaan ini. Padahal bisa saja aku meminta
pihak keamanan hotel untuk mengusirnya. Tapi matanya yang bening itu
seakan-akan mengatakan padaku bahwa apa yang dia ceritakan bukanlah sebuah
kebohongan.

“Baiklah,
selamat malam.”
Aku
tenggelam dalam selimut yang hangat. Berlayar ke alam mimpi.