![]() |
weheartit.com |
Tapi ya itulah Indonesia. Jika saya ingin membuat SIM saya
harus pulang ke kampung saya yang menyeberang laut itu, tapi tentu saja saya
harus datang ke Sambas untuk membuatnya. Jadi desa saya itu di Jawai Selatan
dan terpisah sedemikian jauh dari Sambas. Saya harus menyeberangi laut
menggunakan motor air dan naik bus ke Sambas.
![]() |
weheartit.com |
Sedangkan jadwal siaran saya waktu itu padat sekali dan
tidak memungkinkan untuk pulang dan membuat SIM. Sebab jadwal tak siaran saya
hari Minggu dan Sabtu. Kalau saya berangkat dari Pontianak ke Jawai, saya harus
naik bus sekitar 5-6 jam. Busnya berangkat pukul 5 pagi dan sampai di Pemangkat
sekitar pukul 10-11 siang. Anggaplah saya sampai pukul 11 siang, saya harus
membeli tiket untuk naik penyeberangan ke Jawai Selatan.
Waktu yang harus ditempuh di tengah lautan sekitar 40-60
menit. Saya tidak bisa berenang, penting untuk diketahui.
Setelah itu saya harus naik angkot buat tiba di rumah. Untuk
ke Sambas memang jaraknya tidak sejauh ke Pontianak tapi saya akan menghabiskan
banyak waktu di jalan dan itu melelahkan. Hingga akhirnya adik saya dibuatkan
SIM oleh ibu saya dengan bantuan seorang polisi yang hanya meminta foto adik
saya dalam ukuran jumbo untk difoto lagi dan dicetak menjadi SIM. Jadi ceritanya
yang berangkat fotonya bukan orangnya.

Jadilah sebuah SIM yang akhirnya kami gunakan berdua. Sebab
sepeda motornya hanya satu. SIM dan motornya kami gunakan bergantian. Namun SIM
tersebut cukup mengkhawatirkan karena cap jari yang ada di SIM bukan cap jari
adik saya dan jenis kelaminnya keliru, tertulis pria. Sehingga adik saya
membuat SIM baru lagi. Sedangkan SIM lamanya saya yang memegangnya.
Seumur hidup saya untuk pertama kalinya saya berhasil
melewati razia kendaraan bermotor tanpa perlu membayar biaya tilang jika tak
ingin diperpanjang urusannya hingga ke pengadilan. Jadi SIM yang tertulis ‘pria’
dan bukan nama saya, melainkan nama adik saya itu, cukup berjasa pada suatu
ketika saya terjaring razia.
Soal kemiripan wajah antara saya dan adik saya jangan
ditanya. Kami adalah dua orang yang tidak akan pernah dianggap saudara oleh banyak
orang karena kami begitu berbeda. Tapi entah mengapa waktu itu polisi yang
memeriksa saya tidak mempertanyakan perbedaan wajah saya dan foto yang ada di
SIM.
Lucky huh!
Coba ada pembuatan SIM massal seperti nikah massal untuk
memberikan kelegalan pada seseorang dalam bertindak di negara ini. Saya rasa
saya saya sudah memiliki SIM sejak lama. Tapi banyak sekali kerepotan yang
harus saya jalani hanya untuk sebuah kartu yang jarang saya perlihatkan kecuali
pada polisi yang ingin menilang.
Beruntungnya saya sewaktu awalnya tidak punya SIM pinjaman
tidak pernah bertemu dengan razia. Bahkan beberapa kali saya menabrak orang pun
tidak ada yang menanyakan SIM saya. Untungnya saya tidak pernah terluka saat
menabrak. Sebab saya akan segera melepaskan sepeda motor yang hampir jatuh dan
segera berdiri.
Saya juga akan menatap orang yang saya tabrak dan
marah-marah itu dalam diam. Saya tidak akan mengatakan satu apa pun dan
membiarkan orang lain membantu menepikan sepeda motor saya yang melintang di
tengah jalan. Setelah mereka puas marah-marah saya akan ngeloyor pergi dan tak
lupa bilang maaf lalu terima kasih. Saya akan bersikap tenang, berusaha tidak
panik dan berkata dalam hati: ‘semuanya akan baik-baik saja mereka tidak akan
menanyakan di mana SIM saya’.
![]() |
weheartit.com |
Sekarang saya juga tak ada keinginan untuk membuat SIM
karena sepeda motornya sudah adik saya yang menggunakannya dan saya sendiri
sekarang menggunakan sepeda.
Entah kapan saya akan benar-benar membuat SIM untuk diri
saya sendiri. Apalagi sepeda motor yang saya dapatkan dari LINE EVENT tidak
akan saya kendarai. Lebih baik saya jual dan uangnya ditabung buat beli rumah.
Tulisan ini diikutsertakan dalam giveaway Kinzihana.