"Tulisan
ini untuk ikut kompetisi @_PlotPoint: buku Catatan si Anak Magang Film"Cinta Dalam Kardus" yang tayang di bioskop mulai 13 Juni 2013."
Aku
melakukannya lagi. Kukatakan ingin putus darimu untuk entah berapa kalinya. Kamu
bisa mengatakannya sebuah kebiasaan dan itu akan menjadi bumbu yang membuat
cinta antara kita berdua penuh dengan rasa. Tapi sekarang aku tak menerima satu
pesan pendek pun darimu yang membujuk rayuku dan memohon untuk kita kembali
lagi.

Aku termangu
di depan kardus penuh dengan produk kecantikan yang selalu kamu berikan. Semua produk
perawatan dari ujung kaki hingga rambut. Mereka tak dapat menjelaskan mengapa kali
ini butuh waktu lama untukmu meminta hubungan kita berjalan kembali seperti
biasa.
Hingga dering
ponselku menghentikan tatapanku pada semua benda pemberianmu itu. Aku sangat
mengenal nada dering ini. Panggilanmu.
“Halo..”
aku merasakan suaraku lebih bergetar dari biasanya. Padahal ini sudah sering
terjadi tapi entah mengapa rasanya aku baru pertama kali putus darimu.
“Kamu masih
tinggal di rumah kontrakan yang kemarin kan?”
Aku baru
ingat sudah hampir setahun berlalu dan aku terus menunggu kamu meminta hubungan
kita kembali. Wajar kamu pikir aku sudah tak berada di rumah kontrakan ini
lagi.
“Masih...”
suaraku semakin bergetar. Aku menatap kalender dan menemukan tanggal yang aku lingkari
merah. Tanggal itu beberapa hari lagi. Ulang tahunku.
“Aku di
depan rumahmu sekarang. Bisa buka pintunya?”
Aku menahan
napasku. Penantianku tak sia-sia. Kamu kembali untukku. Apakah ini kejutan
indah untuk hari ulang tahunku? Kamu sengaja menunggu untuk memulai dari awal
lagi hubungan kita? setelah aku berkubang dalam air mata menunggu semua
pesan-pesanmu?
Padahal aku
tahu kamu begitu murah hati untuk meminta maaf meskipun aku yang bersalah. Walaupun
aku sangat egois memutuskan hubungan kita hanya hal sepele seperti kamu sering
terlambat menjemputku atau kadang kamu tak bisa dihubungi. Aku selalu menuduhmu selingkuh dan sekarang
kamu membuktikan lagi bahwa aku salah.
“Kamu di
sana? Bisa buka pintunya? Aku sudah di depan.”
“Sebentar.”
Aku menatap
wajahku sejenak di kaca dan merasa tak ada yang kurang di sana. Aku sudah
mandi. Aku berlari, kalau bisa terbang, ke pintu depan. Segera membukanya dan
menemukanmu di depanku sekarang. Berharap kamu merangkulku dalam pelukan yang
dalam.
“Aku datang
untuk menyampaikan ini.”
Tanganmu
terulur memberikan selembar kertas.
“Undangan?”
“Iya,
pernikahanku.”
“Kamu akan
menikah?”
“Kamu
benar, aku memang punya kekasih lain, sekarang dia hamil dan aku harus
menikahinya.”
Sejenak aku
merasa duniaku runtuh mendengar kata-katamu. Aku sibak lembaran undangan itu di
depanmu dan menemukan tanggal pernikahan kalian. Sekarang semuanya benar-benar
runtuh berkeping-keping di depanku.
“Dari
banyak hari yang ada di tahun ini apa tidak ada tanggal lain untuk menikah
selain tanggal 26 Juni?”
“Aku
sengaja memilih hari ulang tahunmu, karena saat bersamanya pun aku ingin terus
mengingatmu.”
“Kamu tahu
kan aku tidak akan pernah datang? Ada acara ulang tahun yang harus aku rayakan.”
“Aku paham.”

Kamu
berlalu dan berjalan menjauh dari pintu rumahku. Sejak hari itu aku kemudian
sadar bahwa hari ulang tahunku tak akan pernah sama lagi. Aku tersedu di depan
sekotak benda pemberianmu yang harusnya kulempar pada sebentuk wajah yang tak
bisa aku hilangkan dari ingatanku.